Salatiga-Dengan penuh rasa syukur dan bangga, kami persembahkan kabar gembira ini untuk seluruh masyarakat Kota Salatiga. Berdasarkan Indeks Kota Toleran (IKT) 2024 dari SETARA Institute, Salatiga berhasil meraih peringkat 1 sebagai kota paling toleran di Indonesia, dengan skor 6,544. Ini bukan tentang sebuah penghargaan. Ini adalah buah dari kebersamaan, semangat gotong royong, saling menghormati, dan cinta damai yang terus kita rawat.
Terima kasih untuk setiap warga Salatiga yang telah menjadi penjaga harmoni, Mari kita jaga terus semangat toleransi ini, karena Salatiga bukan sekadar tempat tinggal, tapi rumah yang hangat bagi keberagaman. Salatiga Hebat! Salatiga Toleran! Indonesia Bangga!

SETARA Institute meluncurkan Indeks Kota Toleran tahun 2023. Hasilnya, Kota Salatiga, Jawa Tengah (Jateng), menduduki teratas kota paling toleran dengan skor 6,544. Peluncuran indeks kota toleran versi SETARA Institute digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (27/5/2025). Untuk kota dengan skor tertinggi kedua adalah Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), dengan skor 6,420.
Indeks tersebut memiliki empat variabel dalam mengukurnya. Berikut ini peringkat 10 terbesar kota toleran berdasarkan indeks kota toleran SETARA Institute:

Dalam sambutannya, Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Ismail Hasani mengatakan indeks kota toleran mendapatkan sambutan luar biasa dari wali kota di Indonesia. Ismail menjelaskan alasannya.
1. Salatiga skor 6,544
2. Singkawang skor 6,420
3. Semarang skor 6,356
4. Magelang skor 6,248
5. Pematang Siantar skor 6,115
6. Sukabumi skor 5,968
7. Bekasi skor 5,939
8. Kediri skor 5,925
9. Manado skor 5,912
10. Kupang skor 5,853
“Karena kemampuannya menggerakkan elemen-elemen masyarakat, birokrasi, termasuk juga memprovokasi wali kota-wali kota,” kata Ismail. “Sehingga mereka kemudian bergerak, berbenah, terus menerus kami mencatat beberapa kota yg tidak pernah nyerah,” lanjutnya.
Ismail juga menyebut dampaknya membuat pemerintah kota (pemkot) menjadi berbenah. Kota yang mendapatkan skor rendah akhirnya mulai memperbaikinya.
“Dari yang awalnya dicaci maki kota intoleran, kemudian bergerak mulai dulu dari keluar zona merah dan seterusnya,” ungkapnya.
Ismail menjelaskan komitmen menggelar indeks kota toleran akan terus digelar. Sebab, kebutuhan tersebut telah mencakup seluruh Indonesia
“Saya kira komitmen kami apapun yang terjadi indeks kota toleran akan terus kita susun, kita kerjakan. Karena dia bukan lagi kebutuhan SETARA, tapi kebutuhan republik. Saya membayangkan apabila kinerja bapak-ibu tidak ada yang mengapresiasi, tidak ada yang mengingatkan, tentu ini adalah persoalan serius bagi tata kelola pemerintahan,” imbuhnya.